Kamis, 03 Mei 2018

REFORMASI BURUH SEBAGAI PERWUJUDAN WELFARE STATE ATAU HANYA SEBAGAI ALAT POLITIK?




Mayday seperti kita ketahui yaitu hari buruh nasional yang biasanya digunakan buruh untuk menyalurkan aspirasinya melalui aksi demonstrasi dan beberapa tuntutan yang disampaikan. Membahas tentang buruh, terdapat masalah yang krusial dan tidak terlepas dari tuntutan akan kenaikan upah, pelayanan sosial, dan beberapa alasan lainnya yang disebabkan oleh ketidaksesuaian pada kondisi saat ini. Permasalahan lainnya tidak ada titik temu antara buruh dengan pengusaha. Buruh menginginkan upah yang tinggi sebaliknya pengusaha ingin mendapat keuntungan yang tinggi. Atas dasar itulah buruh yang mempunyai social movement melakukan kesadaran kolektif untuk memperjuangkan hak-hak mereka.
Apakah dengan adanya kenaikan upah tersebut, kaum buruh akan lebih sejahtera? Terdapat banyak factor yang menyebabkan kesejahteraan tidak memihak kaum buruh. Salah satunya adalah keterbatasan kemampuan yang dimiliki atau mereka sudah puas dengan kemampuannya sehingga tidak memberikan nilai kesejahteraan yang lebih. Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa mereka secara sukarela dijajah oleh majikannya.

TUNTUTAN BURUH
Terdapat 4 tuntutan yang akan disuarakan, tuntutan pertama adalah pencabutan Perpres Nomor 20 Tahun 2018 yang mengatur mengenai Tenaga Kerja Asing (TKA). Para buruh juga akan menuntut diturunkannya harga beras, listrik, dan bahan bakar minyak (BBM). Tuntutan ketiga, kami menolak upah murah, hapus outsourcing dan mendeklarasikan Presiden 2019 yang pro akan kebijakan buruh.
Diberlakukannya hari buruh nasional guna untuk memperjuangkan hak mereka dan menjadikan negara kesejahteraan (welfare state). Namun, kurangnya pencerdasan politik mengakibatkan informasi yang diterima buruh tidak sesuai dengan apa yang terjadi. Sehingga hal tersebut menjadi titik lemah seorang buruh yang dapat digunakan sebagai alat politik.
Sayangnya, hampir semua organisasi pelindung buruh itu tidak maksimal dalam melindungi hak-hak kaum buruh. Jangankan serikat pekerja di tiap perusahaan dan berbagai organisasi sipil buruh, kaum politisi di partai politikpun tak berkutik. Padahal, hampir semua parpol di Indonesia punya sayap organisasi buruhnya. Jadi, di tubuh parpol sendiri tak kurang sayap organisasi yang memperjuangkan hak-hak buruh dan bertugas melindungi buruh.
Kalau memang benar buruh ingin menyejahterakan dirinya, maka tidak bisa lain, harus membangun sebuah alat politik berupa partai politik. Yaitu sebuah partai buruh yang betul-betul profesional, kokoh dan kuat. Dan itu bisa terwujud asalkan mereka bisa melepas egoismenya.
ditulis oleh
Immawan Khairuddin Rasyid
Bidang Hikmah IMM Ibnu Sina Undip

0 komentar:

Posting Komentar