Sumber gambar : http://nusantarakini.com/
Oleh M. Ragil Yoga Priyangga
Suatu hari ketika saya mengikuti pengajian, terlintas
sebuah ucapan dari Pak Kyai mengenai kata “Yahudi”. Setidaknya kurang lebih Pak
Kyai tersebut berkata “Bapak Ibu
sekalian, betapa hari ini kita itu dijajah oleh orang-orang Yahudi, mereka lah
yang membuat kekacauan di negeri ini. Melalui IT, mereka mengotak-atik pikiran
kaum muda supaya menjadi tidak produktif…”
Sontak saya terkejut, betapa kuat kata tersebut
terngiang dalam kepala para Jemaah. Saya punya keyakinan bahwa para Jemaah
menerima kata tersebut sebagai suatu konstruksi “musuh” yang diterima secara
popular, termasuk saya. Namun yang menjadikan saya lebih terkejut adalah ketika
‘nyletuk’ dalam pikiran saya yang menyadari bahwa kata tersebut sebenarnya
dapat dijadikan sebagai alat bantu untuk memberikan suatu pemahaman kritis
kepada khalayak umum, terutama kaum muslimin, yakni mengenai Kapitalisme.
Sejauh ini jika saya perhatikan memang penyadaran
terhadap suatu penindasan yang disebabkan oleh sistem kapitalisme itu sulit
dilakukan. Eksperimentasi sudah banyak dilakukan oleh temen-temen aktivis,
namun mereka kerap kali terkendala dengan sedikitnya masa yang mampu mereka
sadarkan. Sehingga penyadaran demi penyadaran tersebut sulit untuk dicapai.
Kesadaran akan ketertindasan sistem ekonomi politik tersebut cenderung
‘adem-ayem’, dan peran agama juga kurang memberikan tempat untuk memahami ini.
Bagi saya, upaya penggunaan kata “Yahudi” cukup bisa
menjadi alternatif untuk menyadarkan masyarakat kita. Hal tersebut juga
memberikan peluang bagi agama untuk memiliki peran kembali dalam semangat
pembebasan. Kaum muslimin tentu sepakat bahwa mereka adalah musuh, dan itu
peluang bagi kita untuk masuk dan menjelaskan kebiadaban antek-antek
kapitalisme.
Hal ini jelas bakal menjadi jurus jitu, dan Imam
Khomeni sudah membuktikannya. Coba kalian baca buku-buku karya imam Ali
Khomeini, disana akan ditemukan konstruksi sikap anti-amerika,
anti-imperialisme, anti-kapitalisme, dan sikap anti-anti yang lain yang mana
ketika kita baca akan berkobar semangat juangnya. Keampuhan tersebut terbukti
dengan bangkitnya revolusi iran di tahun 1960. Sayangnya tradisi kritis
tersebut kurang memiliki tempat di kalangan suni,
Gambaran mengenai revolusi iran menang sangat dirindukan
oleh kita yang menginginkan kembalinya kedaulatan di tangan rakyat. Meski bakal
ada bias mengenai generalisasi bangsa yahudi, namun bagi saya itu cukup bagus
sebagai titik berangkat penyadaran kepada muslimin yang agak kaku atas suatu
permasalahan. Yahudi memang tidak dapat
secara pasti dipandang sebelah mata, apalagi disebut sebagai pangkal kejahatan
dimuka bumi, tetapi penjelasan seperti pembangunan itu berawal dari teori yang
diciptakan Rostow dan itu yahudi, atau mungkin pasar bebas itu berawal dari
teori laizess-fair nya Adam Smith dan itu yahudi, atau contoh-contoh serupa
yang dapat dipahami secara populer.
Kembalinya semangat perjuangan untuk melawan
ketertindasan yang demikian harus dilakukan dengan sekreatif mungkin, serta
memperbanyak eksperimentasi. Sebab, tidak bisa dipungkiri bahwa kapitalisme
yang jelas “ke-jancuk-an”-nya
tersebut semakin hari semakin kreatif. Jika kita tidak mempunyai sikap
tandingan maka yang ada akan tergerus oleh sistem tersebut.
Penyeretan bangsa “Yahudi” dalam penyadaran masyarakat,
juga untuk membangun kesenitivitasan akan fenomena. Agak rancu jika ada kebiadaban
antek kapitalis yang ternyata non-yahudi, namun hal itu dapat diberi pengertian
bahwa si kapitalis itu meski dia non yahudi tapi wataknya lah yang yahudi, atau
pun sebaliknya untuk menangkal generalitas bangsa yahudi.
Hal serupa tentu dapat dilakukan oleh agama lain dalam
melihat penindasan yang ada di hadapan mereka. Seperti yang dijelaskan Michael
Lowy mengenai teologi pembebasan yang meng-capture
pengalaman amerika latin dalam upaya menjadikan agama katolik sebagai api
kekuatan yang membakar semangat juang rakyatnya melawan kebiadaban kapitalisme.
Walhasil yang demikian ini sangat enak untuk kita
jelaskan pada khalayak umum, tentunya di negeri ini yang penduduknya beragama. Dan
imaginasi berdaulat di tangan-kaki sendiri akan segera terwujud, entah lewat
revolusi atau yang lain tinggal liat saja hari esok. Wallahualam.
0 komentar:
Posting Komentar