Selasa, 18 Desember 2018

Menangnya Lempung Busuk Atas Ruh Tuhan

Ilmuwan Akhirnya Percaya Manusia Berasal dari Tanah Liat
Sumber gambar : http://beritaindoupdate.blogspot.com

Oleh : Muhamad Hanif Yasyfi

Allah SWT telah berfirman di dalam Al-Quran dalam Q.S At-Tin ayat 4 yang berbunyi : ”Sesungguhnya Kami  telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. Manusia memang telah diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya, namun yang terjadi dan terus menjadi sumber permasalahan yakni rasa syukur yang tak nampak kemunculannya dalam diri manusia sebagai makhluk yang telah dijamin oleh Tuhan sebagai makhluk yang diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Mengenal dirinya sendiri merupakan satu-satunya jalan yang dapat ditempuh oleh manusia agar dapat mensyukuri eksistensinya sebagai manusia. Namun yang terjadi adalah manusia terlena akibat kesenangan indrawinya yang menyebabkan formula untuk membuat manusia mengenal dirinya menjadi kabur dan asing. Keasingan inilah yang di era teknologi serba berkemajuan ini membuat manusia tabu untuk menggunakan formula tersebut, sehingga muncul anggapan bahwa jangankan untuk menggunakan formula tersebut, menyentuhnya pun dianggap sebagai suatu perbuatan yang sia-sia bahkan berdosa. Keadaan inilah yang dalam realitas sosial memang nyata adanya.
Manusia dikatakan merupakan makhluk dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Bentuk yang sebaik-baiknya menandakan bahwa manusia mempunyai ciri khas tertentu yang membedakan antara dirinya dengan binatang atau tumbuhan sehingga dapat dikatakan dirinya lebih baik dari makhluk lainnya. Namun yang menjadi permasalahan adalah anggapan tabu formula manusia mengenal dirinya menyebabkan manusia tidak sadar akan ciri khasnya. Sehingga pada akhirnya Aristoteles mampu mengingatkan manusia akan ciri khasnya yaitu “Akal”. Akal lah yang membedakan antara manusia sebagai makhluk Tuhan dalam bentuk yang sebaik-baiknya dengan makhluk hidup lainnya. Aristoteles bahkan menyebut manusia sebagai “Zoon Politicon” atau dapat diistilahkan sebagai “binatang yang berpolitik”. Dikatakan binatang dikarenakan manusia mempunyai ciri yang tidak berbeda dengan binatang. Ciri tersebut yakni antara manusia dengan binatang mempunyai hasrat atau nafsu yang dapat disimbolkan melalui perut mereka. Sementara itu dikatakan dapat berpolitik dikarenakan manusia dianugerahkan Tuhan sebuah akal yang mampu menghasilkan esensinya yaitu ide. Dalam hal ini dapat dibedakan antara pemisahan istilah keduanya, namun yang terjadi adalah kekeliruan yang mendasar yang menganggap bahwa politik adalah hanyalah  persoalan hawa nafsu, padahal menurut aristoteles tidak demikian, justru akal yang dikedepankan. Kekeliruan tersebut menyebabkan kondisi perpolitikan di bumi pertiwi cukup memprihatinkan. Orang-orang berbondong-bondong menciptakan kondisi perpolitikan yang hanya didasarkan hasratnya, sehingga politik akal sehat sukar untuk terjadi di bumi pertiwi.
Manusia dalam konsep Al-Quran menggunakan konsep yang penuh dengan filosofis. Seperti halnya dalam proses kejadian Adam yang mana menggunakan bahasa metaforis filosofis yang penuh makna dan simbol. Kejadian manusia di dalam Al-Quran dapat diredusir sebagai makhluk yang terdiri dari “Ruh Tuhan dan Lempung Busuk”. Ruh Tuhan dan lempung busuk hanya merupakan dua simbol individu karena secara aktual manusia tidak diciptakan dari lempung busuk (huma’in masnun). Lempung busuk merupakan simbol kerendahan stagnasi dan pasifitas mutlak, sedangkan Ruh Tuhan merupakan simbol dari gerak tanpa henti kearah kesempurnaan dan kemuliaan tak terbatas. Manusia diberikan hak untuk berkehendak bebas dan bertanggungjawab menempati suatu stasiun antara dua jalur yang berlawanan, yakni antara Allah dan syaitan atau antara Ruh Tuhan dan Lempung Busuk. Gabungan tersebut menyebabkan manusia bersifat dialektis. Disebut dialektis dikarenakan manusia mampu berpikir dengan akalnya untuk menentukan kehendak bebas yang diambilnya dan bertanggungjawab. Sehingga pada akhirnya menurut ‘Ali Syariati yang disebut dengan manusia ideal adalah manusia yang telah mendialektikakan Ruh Tuhan dengan Lempung Busuk yang pada hasil akhirnya adalah mereka mampu menentukan bahwa yang dominan di dalam dirinya adalah Ruh Tuhan.
Dalam realitas sosial, nyatanya kerap kali kita jumpai manusia yang tidak dapat memahami dirinya sebagai makhluk yang mempunyai akal. ketidaksadaran ini merupakan bentuk ketidakbersyukuran manusia terhadap Tuhan yang telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Ketidaksadaran tersebut pun yang menyebabkan munculnya perilaku yang tidak dapat kita bedakan bahwa perilaku tersebut pun merupakan perilaku binatang, karena semata-mata didasarkan atas hasrat manusia yakni berkuasa bukan atas akal sehat mereka. Kemenangan hasrat ini menunjukkan pula kemenangan lempung busuk atas ruh Tuhan yang telah melalui tahap dialektika oleh manusia. Kedominanan lempung busuk manusia inilah yang menyebabkan sumber permasalahan di era berkemajuan ini. Manusia lebih senang dianggap sebagai “zoon” dibandingkan dianggap sebagai “Zoon Politicon”. Miris adanya ketika eksistensi manusia di dunia sekarang tidak lagi berbeda dengan eksistensi binatang yang hidup di dunia. Menyadarkan manusia akan hal tersebut sangat penting untuk mengembalikan hakikat dari eksistensi manusia di dunia.


0 komentar:

Posting Komentar